|

Ayah Edy Bertarung lagi

Edy Rahmayadi saat hadir pada Apel Satgas Cakra Buana di Lapangan Astaka, kawasan Jalan Williem Iskandar, Kabupaten Deliserdang, akhir pekan lalu. Foto Ist

Penantian ‘Ayah Edy', sapaan karib Edy Rahmayadi, untuk ikut dalam pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) pada 27 November 2024, berakhir sudah. Surat mandat yang diserahkan Ketua DPP PDI-P Bidang Kehormatan Partai, Komaruddin Watubun dalam acara Apel Siaga Satgas Cakra Buana di Lapangan Astaka, kawasan Jalan Williem Iskandar, Kabupaten Deliserdang, Sabtu (10/08/2024), memastikannya untuk maju sebagai bakal calon Gubsu.

“Telah lama... telah lama... kau ku tunggu. Bersamamu... bersamamu... ku selalu. Ku tak mau... ku tak mau hanya mimpi...ah... ah. Hari ini... hari ini... kau kembali. Oh kembali... kembali kita bersama-sama lagi. Kembali kita bersama-sama lagi. Sampai akhir waktu nanti...”. 

Tembang milik Koes Plus bertajuk ‘Kembali’ itu spontan dinyanyikan Ayah Edy dengan penuh emosional, sekaligus menepis keraguan beragam pihak tentang peluangnya untuk kembali maju dalam kontestasi Pilgubsu tahun ini. 

Mengenakan rompi merah berlogo PDI-P, mantan Pangkostrad ini seakan menumpahkan kegalauannya selama dalam penantian panjang. Apalagi, sebelumnya Gubsu periode 2018-2023 ini berulangkali dinarasikan tidak mendapatkan ‘perahu’ untuk bertarung dalam kontestasi Pilgubsu periode 2024-2029. Hal ini mengingat, kompetitornya yakni M Bobby Afif Nasution, didukung mayoritas partai politik yang ada. 

“Merdeka...merdeka...merdeka. Terima kasih saudara-saudaraku, saya pegang amanah ini,” ujar pemilik gelar Datuk Laksamana Naradiraja ini.

Pria kelahiran 10 Maret tahun 1961 ini juga mengajak seluruh elemen masyarakat bersatu untuk menegakkan konstitusi. Menurutnya, demokrasi di negeri ini telah dirusak segelintir oknum melalui praktik-praktik yang mengarah pada penerapan sistem dinasti. Untuk itu, kezaliman dalam berdemokrasi di Indonesia harus dilawan. Tentunya, dilakukan secara konstitusional.

“Kita harus kembalikan demokrasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah. Jangan takut, jangan takut. Harus dilawan," tegasnya.

Tak bisa dipungkiri, Ayah Edy bukan satu-satunya yang merasa demokrasi di Indonesia telah berbelok arah. Masyarakat terus disajikan tontonan drama demokrasi Pancasila yang justru tidak mencerminkan azas demokrasi itu sendiri, yakni kerakyatan dan musyawarah untuk mufakat. 

Lihat saja figur-figur baru yang memiliki hubungan kekerabatan dengan penguasa negara, muncul mewarnai perjalanan panjang demokrasi di negeri yang pada tahun ini menapaki usia ke-79 kemerdekaannya. Gibran Rakabuming Raka, misalnya, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini memimpin Kota Solo di Provinsi Jawa Tengah mulai 26 Februari 2021 hingga 19 Juli 2024. Begitu juga di Kota Medan, Provinsi Sumut, sang mantu, M Bobby Afif Nasution, yang menikahi anak kedua Presiden Jokowi, Kahiyang Ayu, menjadi Wali Kota periode 2021-2024. Sementara ‘Si Bontot’, yakni Kaesang Pangarep, memilih menjadi Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) periode 2023-2028. 

Tidak cukup sampai disitu, Gibran juga bakal dilantik menjadi Wakil Presiden, mendampingi Prabowo yang terpilih sebagai presiden ke-8 Indonesia untuk periode 2024-2029, pada 20 Oktober 2024 mendatang. Adik iparnya, M Bobby Afif Nasution, akan bertarung di Pilgubsu pada 27 November 2024, dan nama Kaesang juga digadang-gadang ikut bertarung dalam Pilgub.

Hanya saja, sejumlah keanehan terjadi. Saat Gibran digadang-gadang menjadi calon wakil presiden, sejumlah aturan persyaratan, khususnya batasan umur calon, sontak diubah. Hebatnya, mayoritas  partai politik, kompak mendukung pasangan Prabowo/Gibran, sisanya, mengusung pasangan Anies Baswedan/Muhaimin Iskandar.

Terlepas rumor, ada oknum pimpinan parpol yang ‘tersandera’, kekompakan itu juga ditunjukkan parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) saat mengusung calon kepala daerah di berbagai pelosok nusantara. Di Sumut, PKS yang sebelumnya konsisten mendukung Ayah Edy, justru berpaling ke Bobby Afif Nasution.

Harus diakui, tidak ada musuh abadi di dunia politik. Silakan para politisi mengutamakan kepentingannya karena memang itu yang abadi dalam politik. Tapi, demokrasi Pancasila teramat berharga untuk dicurangi oleh pihak mana pun. 

Setidaknya, mari mulai kita pikirkan mental generasi penerus bangsa yang bakal menerima tongkat estafet kepemimpinan di masa mendatang. Bila kita masih memamerkan beragam bentuk kesewenangan dalam berdemokrasi, jangan pernah berharap, Indonesia akan mewujudkan Generasi Emas di tahun 2045, seperti yang didengungkan selama ini. Fey

Komentar

Berita Terkini