|

Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional melalui Bunga Matahari

Tanaman bunga matahari di kawasan Jalan Bunga Ncole Raya Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, beberapa waktu lalu. Foto Ist

Bunga matahari (sunflower) tidak lagi sebatas tanaman refugia maupun penghasil cemilan keluarga bernama kuaci. Pihak Agrotech Innovator Sumatera (AIS) justru ingin mewujudkan ketahanan energi nasional dengan menghasilkan minyak nabati untuk beragam kebutuhan manusia.

Hamparan pertanaman bunga matahari seluas 1 hektar di kawasan Jalan Bunga Ncole Raya Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, terlihat semarak di awaal Juli 2024. Di usia tanam menginjak hari ke 40, kelopak bunga berdiameter 30 centimeter itu mendongak, seakan menantang sengatan mentari yang teramat garang.

“Tanaman sedang berada pada fase pengisian biji,” tukas Abdul Rahman dari AIS, saat ditemui di lahan pertanaman bunga matahari.

Ia menyatakan, dari biji bunga matahari itu bisa dihasilkan minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan biodiesel yang tergolong ramah lingkungan. Tentunya, varietas untuk menghasilkan bahan baku kuaci berbeda dengan minyak nabati.

“Biodiesel merupakan produk reaksi kimia dari minyak nabati yang memiliki sifat seperti solar, dengan mengkonversi komponen utama minyak nabati yakni trigliserida menjadi metil ester asam lemak, memanfaatkan katalis pada proses metanolisi atau esterifikasi,” papar Rahman.

Ia mengemukakan, satu liter minyak nabati bisa dihasilkan dari biji yang ada di 60 kelopak bunga matahari. Menurutnya, terdapat empat tahapan dalam proses pembuatan biodiesel dari biji bunga matahari.

Rahman menjelaskan, pada tahap awal, disebut degumming, yakni memisahkan gum yang berupa phospatida dengan tambahan H3PO4 sebesar 85%.

“Proses pemurnian ini dilakukan dengan menambahkan air panas tanpa proses hidrogenasi (proses kimiawi untuk mengolah minyak nabati dalam bentuk cair menjadi padat, red),” urainya.

Di tahap selanjutnya, yakni esterifikasi, dilakukan penambahan larutan NaOCH3 sebesar 10% untuk menetralkan kandungan asam lemak bebas. Setelah itu, tahap transesterifikasi untuk mereaksikan trigleserida dalam minyak dengan methanol membentuk gliserin dan methil ester yang digunakan sebagai biodiesel. Terakhir, merupakan tahap pemurnian (refinery) untuk memperoleh biodiesel dengan tingkat kemurnian tinggi.

Kendati demikian, masih sedikit yang jeli memandang tanaman bunga matahari sebagai peluang bisnis menjanjikan. Lihat saja, dua tahun terakhir berkecimpung di dunia bunga matahari, hanya menghasilkan pertanaman yang bisa dihitung dengan jari. Itu pun, masih sebatas memenuhi kebutuhan bahan baku kuaci.

Hal itu dibenarkan koleganya di AIS, M Rahmana Sembiring.

“Umumnya, karakteristik masyarakat Sumatera Utara selalu menjadi pengikut, bukan perintis,” tukasnya.

Ia mengklaim, biji bunga matahari merupakan salah satu dari sedikit tanaman penghasil minyak yang berprotein tinggi. Berdasarkan penelitian, kata Rahmana, kandungan minyak dari bunga matahari berkisar 35-45%, jauh lebih besar ketimbang kacang kedelai yang hanya 25%.

“Jika pertanaman bunga matahari sudah meluas di Sumatera Utara, kita akan upayakan mesin pengolahan untuk dijadikan minyak nabati, termasuk biodiesel,” sebutnya.

Mesin dimaksud adalah alat pengepres untuk menguji efisiensi ekstraksi dan pemrosesan minyak. Selain mesin pengolahan untuk dijadikan minyak nabati, pihaknya juga sedang membangun kerja sama dengan sejumlah ibu rumah tangga agar mengolah bahan baku biji bunga matahari menjadi kuaci.

“Investasi usaha ini akan murah bila pertanaman sudah dilakukan masyarakat secara massal, sehingga bahan baku biji bunga matahari tersedia,” tuturnya lantas menambahkan, Provinsi Jawa Barat telah berhasil mengolah tanaman bunga matahari menjadi beragam produk turunan, diantaranya, sabun mandi, parfum, lip balm dan rokok herbal.

Tak bisa dipungkiri, kreativitas untuk menemukan sumber energi biodiesel sangat penting karena kebutuhannya yang semakin meningkat. Sementara, bahan bakar minyak dari sumber energi tidak terbarukan semakin menipis. Bahkan, para ahli memperkirakan, minyak bumi akan habis sekira 30 tahun lagi. Tidak jauh berbeda dengan kondisi gas alam yang diperkirakan habis sekira 47 tahun mendatang dan batu bara selama 193 tahun lagi.

Padahal, penggunaan energi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian manusia. Mulai dari aktivitas memasak, penerangan hingga moda transportasi,  membutuhkan energi yang tidak sedikit.

Disadari atau pun tidak, penghematan energi memang tidak kuasa menghalangi tergerusnya minyak bumi dan energi tidak terbarukan lainnya. Ironisnya, peluang tersebut belum dimanfaatkan masyarakat Sumut untuk bertanam bunga matahari.

Kendati demikian, pihak AIS tidak patah arang. Konsep Pentahelix yang melibatkan lima pilar pendukung, masing-masing, pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, komunitas atau masyarakat dan media, mulai dilirik. Kerja sama non-formal dengan sejumlah institusi terkait di pemerintahan mulai dijalin. Salah satunya dengan Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (Ketapang TPH) Sumut, dalam hal ini Bidang Hortikultura, Bidang Penyuluhan, serta Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura dan Pengawasan Mutu Keamanan Pangan (PTPH dan PMKP).

Dari sisi akademisi, pihak Agrotech Innovator Sumatera memilih almamater mereka, yakni Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara (UISU). Begitu juga dengan peran media massa sebagai perangkat pendukung untuk menyuarakan keberadaan tanaman bunga matahari.

Hal itu dibenarkan Kepala Bidang Hortikultura Dinas Ketapang TPH Sumut, Lambok Turnip.

“Kita sangat mendukung upaya yang dilakukan pihak Agrotech Innovator Sumatera dalam budidaya tanaman bunga matahari dan siap membantu,” sebutnya saat ditemui di ruang kerjanya kawasan Jalan AH Nasution Medan, akhir pekan lalu.

Dukungan serupa juga diberikan Bidang Penyuluhan Dinas Ketapang TPH Sumut. Bahkan, dalam salah satu kegiatan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sumut beberapa waktu lalu, prospek budidaya tanaman bunga matahari menjadi salah satu materi yang ditampilkan.

“Penyuluh pertanian merupakan ujung tombak dalam menyosialisasikan setiap program pemerintah ke masyarakat petani, termasuk budidaya matahari,” papar Kabid Penyuluhan, H Sutarman, diwakili Sub-Koordinator Kelembagaan, M Syafnurdin Asroi, melalui telepon selulernya.

Ia menyatakan, biji bunga matahari tidak sekadar sebagai salah satu sumber energi terbarukan, tapi juga berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan petani.

“Bila mengetahui prospeknya bagus, petani akan langsung menanam bunga matahari ini,” tukas Asroi.

Sementara, Kepala UPTD PTPH dan PMKP Sumut, H Marino, menyambut positif keseriusan pihak Agrotech Innovator Sumatera mengembangkan tanaman bunga matahari.

“Kita siap melakukan pengawalan pertanaman bunga matahari dari serangan hama dan penyakit,” tegasnya.

Agaknya, melalui konsep Pentahelix, bunga matahari dari ‘Tanah Deli' akan mampu mewujudkan ketahanan energi di negeri ini. Semoga...

Ferry Wahyudi, tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Karya Jurnalistik Tahun 2024 bertajuk ‘Energi Punya Semua' yang diselenggarakan pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI.

Komentar

Berita Terkini