|

Ssst...Ada Tanaman Porang di Deliserdang

Kepala Seksi Aneka Kacang dan Umbi-umbian Bidang Pangan Dinas TPH Sumut, Ir Unedo Koko Nababan (tengah) dan rombongan saat meninjau pertanaman porang milik Poktan Lorong 6 Desa BandarSetia Kecamatan Prcut sei Tuan Kabupaten Deliserdang, Senin (05/07/2021). Foto Fey 

Tanjungmorawa- Ternyata, 'demam' bertanam porang melanda sejumlah kawasan Kabupaten Deliserdang. Nilai ekonomi yang teramat menjanjikan membuat komoditas ini menjadi pilihan.

“Saya mencoba menanam porang di areal seluas 1,5 hektar sejak setahun lalu,” ungkap seorang petani yang tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Lorong 6 Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang, Rudi (45), saat menerima kunjungan rombongan dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Sumut, Senin (05/07/2021) siang.

Ia memanfaatkan sebanyak 200 kilogram (kg) bibit porang, kerap disebut bulbil atau katak yang dipesan dari kawasan Klangon Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur, untuk ditanam di areal pertaniannya tersebut.

“Harga per kilogram katak berkisar Rp200 ribu dengan si per kilogram sebanyak 120 sampai 150 katak,” akunya.

Bila dikalkulasi, total biaya yang dikeluarkan mulai dari pembelian bibit, sewa lahan, pengolahan lahan, perawatan hingga panen mencapai Rp150 juta. Namun, pihaknya sengaja tidak menjual katak yang dihasilkan tanaman porang saat usia tanam enam bulan pertama.

“Kita gunakan hasil panen katak untuk dijadikan bibit lagi,” tukasnya.

Menanggapi hal itu, Kasi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Deliserdang, Runggur Aditya W, menyatakan, areal pertanaman porang di Desa Bandar Setia itu belum terdata. Begitu juga areal pertanaman porang lainya di wilayah Kabupaten Deliserdang.

“Ada beberapa areal pertanaman porang di Kabupaten Deliserdang, seperti di Lubukpakam, Batangkuis,  Patumbak, dan Bandar Setia ini. Tapi hanya di Bandar Setia ini yang ditanam kelompok tani,” tuturnya.

Kepala Seksi Aneka Kacang dan Umbi-Umbian Bidang Tanaman Pangan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Sumut, Ir Unedo K Nababan, yang meninjau lokasi pertanaman porang itu membenarkannya.

"Hingga saat ini, data tanaman porang yang dilaporkan ke Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara berkisar 597,6771 hektar di 13 kabupaten/kota," papar pria yang kerap disapa Koko ini.

Ia merinci, sebanyak 13 kabupaten/kota dimaksud, masing-masing Langkat (15,1 ha), Serdangbedagai (11,82 ha), Tebingtinggi (0,32 ha), Batu Bara (0,5121 ha), Asahan (3,2 ha), Labuhanbatu (1 ha), Labuhanbatu Selatan (1,125 ha), Simalungun (550 ha), Tapanuli Selatan (0,7 ha), Padangsidimpuan (5,55 ha), Mandailing Natal (0,7 ha), Padanglawas (0,25 ha) dan Kabupaten Tapanuli Tengah (7,4 ha).

"Areal pertanaman porang terluas berada di Kabupaten Simalungun, yakni di Kecamatan Dolok Panribuan seluas 110 hektar, Bandar Marsilam 400 hektar, Panei 20 hektar dan Kecamatan Raya Kahean 20 hektar," urainya.   

 Kendati demikian, Koko mengaku, pertanaman porang di Sumut masih dalam masa pertumbuhan, mengingat usia panen umbi komoditas ini berkisar dua hingga tiga tahun. Sebagian petani porang, lanjutnya, saat ini masih meraup hasil dari bulbil atau katak yang dihasilkan tanaman porang setelah usia tanam enam bulan.

"Katak atau bulbil ini merupakan bibit porang, sehingga sebagian petani menjual bulbil untuk membantu biaya perawatan tanaman porang mereka," ujarnya.

Hal itu dibenarkan Sekretaris Komunitas Porang Amfunan Sumut, Ir Fuad, melalui telepon selulernya. Menurutnya, bertanam porang cukup menguntungkan karena para petani tidak sekadar berharap dari panen umbi, tapi juga bisa menghasilkan bulbil yang banyak diminati untuk dijadikan bibit. 

"Sambil menunggu umbi porang yang baru bisa dipanen di usia tanam dua sampai tiga tahun, para petani sudah bisa menjual katak yang sudah bisa dipanen bila pertanaman memasuki usia enam bulan," tuturnya lantas menyatakan, katak akan jatuh sendiri saat tingkat kematangannya telah cukup.

Fuad mengklaim, satu tanaman porang mampu menghasilkan tiga hingga enam katak yang bakal dijadikan bibit. Sementara, harga bibit porang cukup menjanjikan, yakni berkisar Rp200 ribu hingga Rp250 ribu per kg isi 120 sampai 150 katak. Pemasarannya juga relatif mudah karena ketersediaan bibit masih terbatas seiring meningkatnya tren bertanam porang di wilayah Sumut.  

"Dalam setahun, tanaman porang bisa menghasilkan satu kali katak seetelah usia tanam mencapai enam bulan. Selebihnya, merupakan masa dormansi tanaman porang," sebutnya.

Begitu juga umbi porang yang bisa dipanen saat usia tanaman mencapai dua hingga tiga tahun, kata Fuad, harga jualnya berkisar Rp7.500 per kg. Bila lahan pertanamannya subur, satu tanaman porang mampu menghasilkan umbi seberat 15 kg. Bila tidak, umbi yang dihasilkan hanya sekira 5 kg saja.

"Yang jelas, hasil bertanam porang sangat menjanjikan," tegas Fuad yang juga menjabat sebagai Kepala UPT Balai Benih Induk Aneka Umbi di Kota Padangsidimpuan, Dinas TPH Sumut ini.

Dari hasil analisis usaha tani tanaman porang, pihak Komunitas Porang Amfunan Sumut sangat merekomendasikan komoditas ini untuk dikembangkan. Apalagi, budidayanya tidak terlalu sulit selama kesuburan tanah tetap terjaga. Menariknya, tanaman porang harus menggunakan pupuk organik, bukan mengandung unsur kimiawi, termasuk saat mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) saat terserang hama dan penyakit. Satu hal penting lainnya, porang tergolong sensitif sehingga tidak boleh ditanam di areal terbuka dengan sinar matahari langsung, atau harus terlindungi sebesar 60% dari sinar matahari. 

"Harus ada pohon pelindung, seperti singkong, jagung dan lainnya. Bisa juga pakai jaring. Tanaman juga harus rutin disiram minimal sekali dalam sehari, jika hujan tidak turun, sarannya.

Rekomendasi pihak Komunitas Porang Amfunan Sumut untuk bertanam porang itu bukan tanpa alasan. Untuk areal pertanaman seluas 1,5 ha seperti yang dilakukan Rudi, misalnya, dibutuhkan bibit sebanyak 200 kg katak atau sebanyak 30 ribu katak  dengan jarak tanam berkisar 40 cm. Saat panen perdana katak, petani mampu menghasilkan 90 ribu katak atau sebanyak 600 kg katak, setara dengan Rp120 juta.

"Kita ambil setiap tanaman porang hanya menghasilkan 3 katak dengan harga jual Rp200 ribu per kilogram,” tukasnya.

Petani porang Desa Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deliserdang, Rudi (45) memperlihatkan tanaman porang berusia hampir dua tahun kepada Kasi Aneka Kacang dan Umbi-umbian Bidang Tanaman Pangan Dinas TPH Sumut, Ir Unedo Koko Nababan, dan rombongan, Senin (05/07/2021). Foto Fey  

Berdasarkan data pihak Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian (Kementan), pada semester I-2021, ekspor porang Indonesia mencapai angka 14,8 ribu ton. Perolehan itu melampaui volume ekspor semester I/2019 (yoy) yang berkisar 5,7 ribu ton. Peningkatan ini menunjukkan adanya permintaan ekspor sebanyak 160%. Negara-negara utama pengimpor porang diantaranya China, Vietnam dan Jepang. Selain negara kawasan Asia, Eropa juga menjadi salah satu negara tujuan ekspor porang. Biasanya porang yang diekspor dikirim dalam bentuk chip atau produk setengah jadi yang nantinya di negara penerima akan diolah menjadi bahan dasar pangan, kosmetik, hingga industri.

Secara terpisah, Plt Kadis TPH Sumut, Bahruddin Siregar, yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya, berjanji untuk segera mengusulkan bantuan bibit tanaman porang ke pihak Kementan. Pasalnya, tanaman porang memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan, karena umbi porang yang diolah menjadi tepung merupakan komoditas ekspor, utamanya ke Jepang. 

"Bila ada permintaan bibit porang dari kabupaten/kota di Sumatera Utara, kita akan segera usulkan ke Kementerian Pertanian," pungkasnya. 

Tak bisa dipungkiri, nilai ekonomis yang ditawarkan tanaman porang, membuat banyak pihak, termasuk para petani di kawasan Kabupaten Deliserdang tergiur untuk membudidayakannya. Fey

Komentar

Berita Terkini